Wednesday, November 6, 2013

BUDAYA SINDIR MENYINDIR DAN FALSAFAH MELAYU

Pahami bahwa orang yang “kelihatan” baik belum tentu baik kenyataanya. Nah, pembicaraan ini adalah sebagai bentuk pendewasaan kita, bagaimana harusnya bertindak sebagai orang yang berilmu dan berpendidikan dalam menyikapi masalah, musyawarah tetap dijunjung tinggi bukan pembenaran diri. 

SINDIR MENYINDIR, sebenarnya sangat lekat pada pribadi semua orang, bahkan banyak yeng mengatakan sindir menyindir memang budaya orang melayu. Maksud dari sindir menyindir tentunya adalah kearah perbaikan. Lagi pula biasanya sindir menyindir dibuat dengan sasaran menyeluruh, siapa saja boleh kena dan terasa, selama tidak ditujukan atau ditaging ke target maka orang pun tidak akan tahu siapa target sebenarnya. 

KORIDORNYA adalah kearah kabaikan dengan niat agar persoalan yang dinilai salah dapat diperbaiki, ini dengan maksud penyampaian secara halus kepada target bahkan yang bukan jadi target tapi melakukan kesalahan yang sama diharap juga dapat terasa sehingga secara menyeluruh dapat diperbaiki bersama-sama. Maka secara tidak langsung satu sindirian dapat menyeluruh ditujukan kepada orang lain dgn perihal yg sama. Kita melayu sangat mengenal pepatah; “Marah Anak Sindir Menantu” , “Usah membawa ayam jantan”, “bagai sapi dijujuk hidungnya”, “tikus membaikkan labu”, “biar putih tulang asal jangan putih mata” itu semua adalah sindir menyindir yang tentunya dengan maksud membaikan yang tidak baik. Pahami bahwa orang yang “kelihatan” baik belum tentu baik kenyataanya. Nah, pembicaraan ini adalah sebagai bentuk pendewasaan kita, bagaimana harusnya bertindak sebagai orang yang berilmu dan berpendidikan dalam menyikapi masalah, musyawarah tetap dijunjung tinggi bukan pembenaran diri. 


Kita melayu sangat mengenal pepatah; “Marah Anak Sindir Menantu” , “Usah membawa ayam jantan”, “bagai sapi dijujuk hidungnya”, “tikus membaikkan labu”, “biar putih tulang asal jangan putih mata” itu semua adalah sindir menyindir yang tentunya dengan maksud membaikan yang tidak baik. Untuk perihal ini ada pantun melayu yang pas: “Apa tanda kuncup mengembang Diseri kumbang ada madunya Apa tanda hidup terpandang Pandai menimbang dengan malunya” Sangat dalam makna dalam pantun itu, itulah karakter kita seharusnya sebagai anak Melayu. 

Namun tak dapat dielakkan pergeseran nilai dan norma justru bermuara dari orang yang mengaku melayu, memodorenisasi budaya, seni dan busana melayu namun melanggar norma dan hakekat melayu. Bahkan kita tidak sadar, orang lain diluar melayu dengan leluasa mengatasnamakan melayu untuk kepentingan fashion, dan trend perkembangan zaman, lalu secara estetika kita itu bagus maka kita diam saja, kita menutup mata terhadap kaidah sebenarnya. Susah memang untuk memantau dan mengontrol itu semua, indra kita terbatas sehingga apa yang kasat mata itulah yang diperhatikan. 

Kesenian melayu merupakan representasi budaya melayu. Yang membedayakan kesenian melayu dari kesenian lainnya adalah latar belakang tradisi dan sistem budaya yang melahirkan kesenian tersebut. Latar belakang tradisi dan sistem budaya berkaitan dengan pengetahuan, gagasan, kepercayaan, nilai, norma dan lain-lain. Dalam pengertian ini, kesenian tidak hanya sebagai ekspresi keindahan, tapi juga sebagai PENYAMPAI PESAN. Pesan dengan norma kebaikan dan keberadaban (melayu online)